Jadi bingung deh mau mulai dari mana ceritanya… sebelumnya, intermezzo dulu… ^^ di sini, di blog ini, harap maklum jika ditemukan beberapa hal janggal. Karena saat ini, aku cuma pengen bebas berekspresi mengungkapkan perasaanku sebebas-bebasnya, membuka pikiran, tanpa alasan ini itu, tanpa sebab apapun, tanpa syarat, dan tanpa sekenario… hhe… pokoknya bebas, maaf jika aku gak konsisten… kadang nulis ‘aku’ kadang ‘gw’ kadang ‘saya’, ataupun ‘ane’, coz, yaa… itu tergantung mood. Lagipula, sekarang aku bukan sedang menulis puisi, yang kayaknya makruh banget kalau pake kata ‘gw’ dan aku juga bukan lagi buat makalah, yang udah jelas haram menggunakan kata ‘kami’ dalam pembahasan….
Kenapa judulnya Hidden?
Judul itu menjurus pada persoalan tentang perasaan yang tersembunyi. Semua orang pasti punya rahasia yang disimpan di lubuk hatinya yang paling dalam, bahkan ada yang sampai menutup pintu rahasia hati itu dan membuang kuncinya ke samudera, agar tak ada makhluk lain yang tahu.
Kali ini, aku mau mengungkapkan, satu perasaan yang tersembunyi di sudut hati, sudah ditemukan, tapi sulit untuk dikeluarkan sebagai ungkapan. Karena mungkin, perasaan itu bersifat rahasia, atau sesuatu yang bisa menimbulkan rasa malu. Tentunya semua orang pasti memiliki perasaan-perasaan tersembunyi yang berbeda-beda jenisnya.
Banyak perasaan yang aku alami akhir-akhir ini, bukan akhir2 ini aja sih, tapi, perasaan-perasaan yang sempat kurasakan sepanjang hidup. Perasaan yang mudah berubah, begitu cepat berganti, kadang menghilang, tapi bisa muncul tiba-tiba secepat kilat.
Sebelumnya, aku sangat minta maaf kepada diri sendiri karena terkadang aku belum bisa menyayanginya dengan tulus. Aku masih sering menganiayanya, dengan sering mengasihani, meratap, mengutuk, dan menyesali apa yang telah terjadi, aku bukanlah orang yang sempurna, mungkin aku belum bisa digolongkan ke dalam kategori ’anak yang telah dapat membahagiakan orangtua’. Aku pun sulit untuk mengungkapkan sesuatu ketika dihadapkan pada suatu tekanan, yang sebenarnya tekanan itu timbul karena sugesti dan rasa takut internal, dari dalam diri. Aku bukan orang yang bisa mengetik dengan sepuluh jari, aku mengetik masih dengan menggunakan 5 jari. 2 jari kiri, dan 3 jari kanan. Tak pernah bisa mengetik tanpa melihat keyboard, tapi, setidaknya, itu yang bisa aku lalukan. Mencoba mengetik, semampuku.
Jika kuaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kembali mengingat perasaan-perasaan yang tersembunyi, kadang-kadang, ada hal yang tidak dapat kita terima. Misalnya : Dapat nilai jelek, padahal udah belajar keribo. Tapi, aku sadar, setelah banyak merasakan asam garam kenyataan dunia dalam menerima fakta tak menyenangkan, ada beberapa tahapan perasaan yang mungkin dirasakan manusia-manusia di dunia.
Kekecewaan – Penyesalan – Perenungan – Meyakinkan Diri – Penerimaan.
Pada akhirnya, kita akan menerima... tanpa alasan apapun yang menyertainya, hanya menerima, seiring dengan berjalannya waktu.
Itu yang aku rasa, juga mungkin orang-orang juga ngerasain proses itu ketika menerima kenyataan yang gak sesuai harapan. Ambil contoh aja, misalnya, perasaan kita udah belajar sungguh-sungguh, dan pas ngisi ujian udah yakin banget, eehh.. taunya nilainya jeblok bgt. (hoho... sebenernya ini curhat colongan) aku baru saja merasakan hal itu, dan rasanya kayak patah hati, putus cinta... atau apalah yang bisa disebut BROKEN.
Nah, pas awal melihat angka yang tertera di depan lembar jawaban, aku memasuki tahap KEKECEWAAN, lalu dilanjutkan dengan PENYESALAN... Aku syokk bgt, mungkin karena itu soal beruntun, jadi kalau ada yang gak teliti sedikit di awal, ke bawah-bawaahnya juga bakalan salah, dan tak termaafkan, sang pemeriksa langsung memberi tanda silang besar tanpa ampun. Tanpa upah nulis diketahui, ditanyakan, apalagi dijawab!
Temenku kaget banget lihat nilaiku, anggap nama temenku itu Maemunah. Gimana enggak, sebelum ujian Mata Kuliah itu... Maemunah selalu minta aku ajarin, emang karena aku ngerti banget sama pelajaran itu. Dan Maemunah pun ngaku heran kenapa nilaiku segitu. Bahkan ada temen yang bilang pemeriksanya salah. Jujur, saking syoknya, aku nangis di tempat kejadian perkara. Okelah, kalau ujian yang aku gak belajar sebelumnya aku dapet nilai jeblok, gak apa-apa, aku terima, tapi pelajaran ini, aku selalu merhatiin waktu praktikum, aku sering beljar dan mengajarkan. Hingga paham banget. Tapi... niliaku bobrok bgt... >.< *tak relaa....
Akhirnya, emang pas diliat, ada ketidakadilan-ketidakadilan di dalam sana. Tadinya aku males protes ke kakak asprak, tapi, berhubung ketidakadilan itu jelas banget terlihat, aku nekat maju ke depan. Yang biasanya aku gak berani, bahkan bertanya hal yang aku gak ngerti ke beliau pun aku gak berani, karena... hehe... ada yang tak beres dengan wajah sang asprak. Maksudnya terlalu ganteng. ^^ Apalagi tuh kakak asprak mirip banget sama temenku. Dan temenku itu perempuan. Aku dan Maemunah sering banget gak bisa nahan ketawa setiap kali menatap kakak asprak itu. Jadi setiap kali beliau nerangin, sebisa mungkin, aku gak menatap wajah beliau, liatnya ke papan tulis aja. Karena, sumpah... gelii banget dengan kemiripan itu.
Tapi, saat kemaren protes, aku maju ke meja kakaknya, di tengah orang-orang yang lg protes, aku protes agak kenceng, ”Kak... ini kok si Nana dibenerin, tapi saya disalahin.” Anggap aja nama temenku yang beruntung itu ’Nana’.
Jawabanku dan Nana sama percis, dari cara sampai hasil di suatu nomor soal, tapi anehnya, aku disalahin, Nana dibenerin. Si kakak melihat lebih teliti lagi, dan menjelaskan. ”Ohh.. iya, ini emang salah kok harusnya...”
Lalu, aku jelasin aja apa yang aku yakin bener, karena, banyak banget orang yang isinya gitu tapi dibenerin, aku udah periksa lembar-lembar jawaban orang, dan banyak yang dibenerin. Karena gak terima, yah, aku protes lagi, yang ini, aku ngerasa intonasi suaraku tinggi banget, alias sedikit ngebentak. ”Tapi kak, temen-temen saya yang lain kok banyak yang dibenerin?!”
Dan lagi-lagi kakaknya jawab dengan perkataan yang menurutku sia-sia banget. ”Yaudah... mana sini yang saya benerin, harusnya salah itu,” lalu beliau memberikan pengumuman di depan kelas, menyuruh anak-anak yang nomor itu salah tapi dibenerin untuk maju ke depan. Dan dengan sangat emosi, aku jawab, ngebentak di depan kakak asprak itu. ”YA GAK BAKAL ADA YANG MAU LAH KAKK!!! PIKIR DONG!” sambil nyolot.
Sumpah, baru kali ini aku ngebentak kaum adam. Aku gak ngeliat ekspresi sang asprak, aku langsung balik dan meluk seorang teman, dan menangis lagi. Gak tau kenapa saat itu hari banjir air mata banget. Sepanjang hari sensian mulu. Sampe temen baikku juga bertanya-tanya. hoho... Gomenasai deh buat temen-temenku yang hari itu kena semprot. Termasuk kakak aspraknya.
Setelah banyak temen-temen yang menenangkan, memberi semangat dan motivasi, akhirnya aku melewati tahap pertama dan kedua, yaitu Kekecewaan dan Penyesalan. Dan memasuki tahap PERENUNGAN dan MEYAKINKAN DIRI. Banyak masukan-masukan dan nasehat dari teman-teman. Bahwa ternyata, banyak juga yang ngalamin hal yang sama, dan memang kan masih ada UAS. UAS harus lebih baik lagi. Nilai jelek bukan artinya kita gak bisa. Allah lihat usahanya, gimana aku belajar, gimana aku selalu memperhatikan saat praktikum, kalau hasilnya segitu, yaa... tenang aja, yang penting penilaian dari Allah selalu adil. Dan pada akhirnya, aku memasuki tahap terakhir yaitu, P-E-N-E-R-I-M-A-A-N. Di tahap ini, udah gak ada lagi perasaan ’broken’.
Pulang kuliah, aku nerima kabar gembira, kakakku lolos tes PNS, dengan nilai tertinggi untuk Departemen Kesehatan. Dalem hati aku ketawa, bahagia, tapi agak miris jg sih... Ironis banget... Aku jadi mikir deh, kapan yaa... aku bisa memberikan kabar gembira pada orangtua, bukan hanya bisa memberikan kabar buruk aja...
Yah, tapi, itu hanya sekedar perasaan yang tersembunyi... yang dibisikan perlahan-lahan sampai tak terdengar...