Senin, 28 November 2011

TORNIQUET



Am I too lost to be saved?

Am I too lost?

My God! My Tourniquet,
Return to me salvation.
My God! My Tourniquet,
Return to me salvation.

_Torniquet_eV_


Sesungguhnya, aku tak bisa lagi memahami arti dari hidupku sendiri. Seolah segalanya telah berakhir. Kalimat-kalimat keputusasaan berbisik dalam hati, dan aku hanya bisa terdiam. Hanya terdiam menyaksikan segalanya berlalu, bersama waktu yang terus bergulir, dan aku tak melakukan apa-apa di sampingnya. Seolah memiliki dunia sendiri, di mana tak ada kata harapan di sana. Dunia yang entah harus kusebut apa, dunia di batas fana, antara khayalan dan dusta, antara misteri dan teka-teki. Yang kutahu kini hanyalah, ketika kuhembuskan nafas, ada sesuatu yang menghalangi aliran oksigen bebas, mengganjal hingga ke dalam hati, menyumbat segalanya hingga terasa amat sangat menyesakan.

Bukan kubendung tangis ini, bukan ingin kutahan air mata di dalam. Namun entah mengapa yang bisa kulakukan saat ini ialah tersenyum getir. Bahkan aku tak memiliki kecepatan tinggi dalam mengungkapkan berbagaimacam arti. Hanya bisa terdiam dan berbicara dalam hati. Mungkin aku sudah terlupakan oleh mereka, mungkin aku sudah terlampau jauh melupakan diri sendiri.

Hembusan nafas yang tertahan. Apa yang bisa kulakukan selain menangis di dalam? Apa yang bisa kulakukan selain menyembunyikan tangisanku? Tak ingin mereka mengerti lebih jauh lagi tentang diri ini. Karena aku terlalu tahu diri. Tak pantas memiliki pengertian, tak layak menerima sungkawa ataupun santunan yang melenakan. Mungkin aku harus terus berpura-pura, menikmati apa yang kukenakan, menikmati segala hal yang kusandang. Menerima berbagaimacam pandangan orang. Dan menerima bahwa hadirku seperti hantu, yang ada, namun tiada…

Ketika aku merasa tak ada lagi yang bisa kulakukan, ketika kuyakini bahwa keberadaanku sungguh menyulitkan, sungguh menakutkan, sungguh sangat tidak berdaya dan menghinakan. Ketika aku merasa hadirku selalu mendatangkan celaan, hujatan yang tak terkira jumlahnya. Hadirku hanya untuk membandingkan dengan mereka-mereka yang jauh lebih baik. Ketika aku merasa tak berguna, bagi orang-orang tersayang, begitu besar inginku untuk membahagiakan mereka, begitu kuat inginku untuk mencapai rasa bahagia mereka. Namun, kerapuhan yang kumiliki, keterbatasan yang kumiliki, dan kelemahan yang kukenakan, membatasi segalanya. Merubah segala motivasi menjadi candu yang membelenggu. Lalu kembali menyalahkan diri, semakin membenci, semakin menderita, dan semakin rapuh.

Setiap malam aku berharap. Setiap pagi aku terbangun dengan perasaan yang sesungguhnya malas kulalui. Namun, begitu banyak hal yang Tuhan tunjukan agar aku mampu menutupi segala kerapuhan dalam senyuman dan canda tawa. Mereka tak pernah tahu, ada yang salah denganku, mungkin, mereka tak perlu tahu, ada hal yang selalu menghantui pikiranku, penyesalan yang hanya bisa termaafkan oleh air mata taubat. Aku tak mengerti tentang diriku, nyaris tak kukenali. Aku tak bisa mengontrol apapun. Aku hanya mampu pasrah dan menyesal setelahnya. 

Sumber Gambar : eVthreads.com

MISSING



You won't cry for my absence, I know -
You forgot me long ago.
Am I that unimportant...?
Am I so insignificant...?
Isn't something missing?
Isn't someone missing me?

-Missing-eV-

Ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang tak dikehendaki adanya. Ketika kita merasa membenci dan dibenci segala hal. Ketika kita merasa kehidupan orang lain lebih baik. Kita akan menjadi sedikit atau bahkan sangat depresi.

Entah harus kubenamkan sedalam apa perasaan ini. Aku merasa tak pernah dipercayai. Itu mungkin hanya perasaanku saja. Tapi, ketika kita merasa tak dianggap, itulah hal yang paling menjemukan. Antara ada dan tiada, aku meragui sesuatu, yang tak pernah terungkap. Aku tak akan pernah kufur, namun aku pun bukan orang yang terlalu mujur. Aku hanya ingin kalian tahu, bahwa aku masih memiliki perasaan. Aku masih makhluk hidup yang mengisi dunia yang sama bersama kalian.

Cinta memang seolah menumpuk di orang yang telah memiliki banyak. Kedengkian dan keirian tanda tak mampu membentuk kebencian fana. Terserah kalian mau berkata apa. Manusia memang pendengki. Tapi aku pun tak ingin lebih jauh mencaci, karena percuma, aku telah kehilangan arti. Apapun yang kukatakan, apapun yang kulakukan, tak akan pernah berarti.

Tahun berikutnya akan segera datang. Terkadang aku ingin mengasingkan diri atau menghilang sekalian, untuk mengetahui, apakah mereka mencariku, apakah keberadaanku hanya sekedar ada dan tak dipedulikan? Apakah aku sedemikian tak penting hingga mereka bahkan tak memberikan sekilas pandangan mata?

Childish!

Sungguh, aku tak ingin menjadi makhluk yang busuk. Dengan segala keburukanku, yang tak mengenal luar dalam. Dengan segala kecacatan pendirianku. Aku tak ingin marah lebih jauh pada keadaan. Karena cinta sekalipun tak bisa menjadikanku utuh sempurna. Maka dengan segala keburukanku, aku terima dengan lapang segala jalan yang kutempuh. Menerima ketidakberadaanku, menerima segala hal yang membuatku tampak tak berguna.

Nyaris setiap malam aku menangis tanpa sebab. Kau boleh berkata aku gila. Terserah. Lebih baik dianggap gila daripada tak terlihat sama sekali. Tapi… Bukan, bukannya aku ingin dilihat, aku tak memiliki pemandangan yang kau harapkan. Aku hanya ingin mereka tersenyum dengan mata yang tulus. Bukan tatapan mata penuh teka-teki yang tak memberikan arti. Bukan tatapan mata sinis yang memendam benci. Bukan pula tatapan mata mengasihani…

Aku tak ingin memaki. Namun, di setiap malam-malam yang telah kulalui, selalu terasa beribu-ribu pedang menghantam jiwaku. Dan yang kulakukan ialah meneteskan air mata hingga tak bisa mengeluarkan air mata lagi.

Mungkin benar, jangan terus bersamaku jika tak ingin tertular perasaan depresi. Mungkin benar mereka tak melihatku, karena aku tak memiliki sesuatu yang layak dilihat. Anggap saja aku hantu—yang sedang melayang-layang di udara, tak tersentuh seperti benda hologram.

Sumber gambar : evthreads.com