We linger on but leave the past behind us,
Old lovers live it all anew,
But chances are so few...
_Linger-Epica_
Entah apa
yang terjadi, ketika segala hal yang melibatkan indera—tak dapat dirasakan lagi.
Ketika seolah masa lalu datang memburu. Ketika orang-orang dari masa lalu
terbayang kembali. Ketika ada suatu hal yang membuatku mengingat mereka dan
melupakan segalanya yang kukenal saat ini. Entah perasaan macam apa ini.
Delusikah? Apakah aku mulai gila? Seolah masa terbagi dua?
Ketika
dunia tak lagi sama. Namun yang kurasakan hanyalah kesamaan pandangan. Perasaan
terjaga atas apa yang dahulu pernah menjagaku. Yang kini tak ada lagi. Yang dulu
pernah bersamaku. Dan kini tak ada lagi. Ataupun ketakutanku atas hilangnya
masa ini. Seperti masa-masa yang telah lalu. Lantas, benarkah jiwa ini telah
terbagi dua? Benarkah aku sudah nyaris gila?
Mungkin,
jika aku menjadi orang gila, aku akan menjadi orang gila yang terkenal di
seluruh dunia. Karena aku adalah orang gila yang cerdas, yang terkadang
menuliskan kata-kata tak jelas. Jika aku menjadi gila, meski tertindas, aku tak
akan pernah lagi memeras air mata yang menderas.
Yah,
biarkan aku gila sendirian. Jangan pernah lagi dekati aku. Biarkan aku
mengambang antara ada dan tiada. Biarkan aku berada di tengah-tengah surga dan
neraka.
Biarkan aku
tenggelam bersama mimpi-mimpi yang ingin kuhadapi, yang tak bisa dimengerti,
biarkan aku melamun seorang diri, menghayati pagi yang sepi, ataupun malam yang
damai.
Kini, aku
yakin, hidupku telah terbagi dua. Antara fakta dan maya. Seperti seonggok benda
termenung di hadapan cermin datar. Hanya satu yang membuatku menyadari bahwa
aku nyaris gila—adalah kewarasanku. Sisi waras yang masih mengeras dalam jiwa,
yang bersenyawa dalam tawa, yang senantiasa bergerak bersama hembusan angin
dingin di musim panas.
Suasana
ini, perasaan sedih ini, ketidaknyamanan ini, membawaku mengingat segalanya
yang telah berlalu di masa yang telah terbagi dua. Masa yang tiba-tiba
teringat. Orang-orang hilir mudik berganti dalam tatapan mata depresi dalam
iris mata ini. Bayangan-bayangan itu menjaga dari jarak jauh. Seolah mengamati.
Seolah menghantui. Raga yang tetap hidup meskipun akan mati.
Entah
perasaan apa ini, merasa damai dalam kesedihan. Merasa sendiri dalam keramaian.
Merasa semua musik mengalun beriringan menyenandungkan lagu-lagu keputusasaan
yang bersarang dalam duka yang tersimpan selamanya.
Seolah
mentari tak akan lagi menepati janjinya untuk selalu datang menyinari esok
hari. Seolah yang kulihat ialah jejak-jejak perpisahan masa lalu dan
bayang-bayang perpisahan yang akan datang pada masa depan.
Duniaku
telah terbagi dua. Dua bagian lain dalam dimensi semesta. Yang terpisahkan oleh
waktu. Masa lalu, dan masa kini. Tak merasakan ada suasana masa depan. Masa
depan yang kurasakan hanyalah analogi suasana masa lalu dan orang-orang dari
masa lalu yang sudah pergi namun tetap menghantui.
Entah siapa
yang menuliskan aliran kalimat tak berirama, takberima ini. Aku tak bermaksud
menjadi makhluk yang terkutuk. Aku hanya merasa sedang dirasuki hal-hal gila
yang sesungguhnya kuinginkan keberadaannya. Ketika kewarasan tak lagi bisa
memanjakan kesedihan. Ketika kewarasaan tak mengetahui apa-apa tentang perasaanku
yang begitu ganjil dan terpencil.
Biarlah
kegilaanku menjadi rahasia yang terus berlangsung sunyi. Hingga saat-saat
terakhir tiba. Hingga beku kaku. Hingga air mata tak bisa jatuh lagi sesedih
apapun itu. Hingga tak ada lagi jeda yang memisahkanku dengan kenangan. Hingga
lilin menyala menerangi gambar kenangan yang meredup.
Biarlah aku
tetap di sini dengan kegilaan yang terasing. Memandang dalam tenang. Bersemayam
dalam temaram malam yang tak kan pernah padam.
sorry baru dibaca, baru ngenet lewat lappy,, ada apa sayy?? cerita dong,, tapi kalau gak mau cerita jg gpp sihh,, hehee
BalasHapus