Sumber Gambar : Humanity Pages
Bayang-bayang rindu
mengusik, bersama angin yang berhembus menemani beratnya langkah kakiku memijak
tanah lembab. Jalan setapak sunyi memanjang ditemani berkas cahaya yang semakin
jauh semakin menghilang. Karena kini, awan kelabu menggantikan rasa rindu
menjadi pilu yang menunggu bersama seribu ragu.
Aku hanyalah sesosok
manusia tak bertuan, tak bertujuan. Sendiri, hanya berkawan dengan langit yang
seolah mengutukku menjadi pecandu kegelapan, Tenggelam di palung terjal tak
berdasar, menyesali segalanya yang terjadi di hadapanku.
Saat ini, musim dingin bulan
Februari ke-16 yang kulalui bersama hidupku. Namun, dari banyaknya jumlah
umurku. Aku baru merasakan
empat kali hari ulang tahun. Aku terlahir di tanggal langka. Dan mungkin, aku
pun akan berakhir di tanggal langka pula. 29 Februari.
Tepat hari ini, di hari ulang tahunku
yang ke-16. Aku tak menerima hadiah apapun dari orang-orang tersayang. Ayahku
meninggal bulan lalu, sering aku berfikir untuk menyusulnya, melompati benteng
takdir yang kokoh. Atau ketika kuingat pacarku selingkuh dengan sahabat
sejatiku, sahabat sejatiku yang kini meninggalkanku begitu saja, setelah ia
membawaku ke dunianya yang kelam. Ia terjerat narkoba, karena itu aku percaya
sebuah pepatah yang menyatakan bahwa ’teman adalah cerminan diri kita’. Kini
faktanya, aku pun terlibat dalam dunianya.
Kabisat ke-4 ini, mungkin akan
menjadi kabisat terakhir dalam hidupku. Aku tak tahan lagi menghadapi semua
ini. Aku berkembang jauh dari ibuku. Aku hanya sesosok benda mati yang
terkurung dalam asrama sekolah yang menyedihkan, perasaanku telah termutilasi,
dan semua luka tampak nyata di hadapanku.
Di jalan setapak yang kupijak
kini, hanya ada aku dan sebuah pisau besar yang sedang kugenggam. Kutahan mataku
agar tak berkedip, tak ingin lagi merasakan air mata kehilangan dan kerinduan
tumpah dari kelopak mataku. Aku jenuh merasa kehilangan, aku jenuh dengan
hidupku.
Tanpa berpikir panjang,
kuletakan pisau tajam di pergelangan tanganku, akan segera kugores nadi ini,
menghentikan semua kegilaan dunia yang menyerangku bertubi-tubi!
Namun, seketika, kurasakan
getaran telepon genggam di saku celana jeans ku. Entah kekuatan apa yang
memaksaku melihat layar telepon genggam itu.
My Lovely Mom is calling
”Hello... Honey,
Happy Birthday, My Dear. I Miss you so… I Love You, with all my heart. Happy
Birthday, Carla…”
Suara Mama mengalun tak henti di earpiece, tak menyisakan aku kesempatan untuk menjawab apapun, tapi
sekaligus, memberi jeda untuk logikaku membela diri melawan perasaan.
Kupejamkan mata sekuat tenaga, terdiam, merasakan air
mata dan tangisan tanpa suara. Hanya semilir angin kedamaian merasuk dalam
jiwa. Seketika, kujatuhkan pisau yang kugenggam. Kubulatkan tekad untuk
mengakhiri semua kebodohan ini dan berterima kasih atas hadiah terindah yang
telah Tuhan berikan lewat ibuku.
Berupa, kesempatan hidup sekali lagi...
*
* *
Seperti lilin yang bersinar saat gelap
Selalu ada harapan di tengah keputus asaan
Dan ketika kenyataan berkata lebih pahit
dari takdir,
hanya satu yang dapat membuat kita bangkit
kembali, HARAPAN
_Flash Story, By : Wicha Spicca Breeze_
_Flash Story, By : Wicha Spicca Breeze_
tulisannya bagus banget
BalasHapus