Selasa, 21 Februari 2012

LIFE DEADLINE

I envy you so much,

You have extinguish light window,

Today I hesitated,

My body hesitated,

I felt uncomfortable and without a word turned and come back…

-Shin Ji Hyun-


Terlepas dari keberadaan Surga dan Neraka. Terlepas dari pengetahuan manusia tentang batas takdir antara hidup dan mati. Jika kita mengetahui kapan kita akan mati, dan menemukan sebuah pesan hidup yang perlu dilakukan sebelum kita mati. Apa yang akan kita lakukan? Akankah kita masih sanggup bersikap munafik terhadap diri sendiri dan orang lain? Apa justru kita akan berusaha jujur meskipun menyakitkan dan melakukan berbagaimacam kebaikan dengan penuh ketulusan yang bisa kita persembahkan untuk yang terakhir kalinya, karena kita tahu, kapan kita akan mati.

Ada sebuah kisah yang membuat hati dan pikiran saya terpukul-pukul berkali-kali. Seperti jika sedang membangunkan orang dari tidur panjang dan ketidaksadaran. Jika kita melihat seseorang masih saja tidur di pagi hari, meski langit telah terang benderang. Akankah kita membiarkan seseorang melewatkan rezekinya? Bagi orang yang bijaksana, mungkin ia akan menyadarkan yang tertidur, dengan pukulan-pukulan kecil yang membuat orang itu sadar dan terbangun. Agar tak melewatkan ibadah yang berharga di subuh hari. Agar tidak menelantarkan rezeki di pagi hari.

Itu yang saya rasakan saat menyaksikan suatu kisah yang saya saksikan beberapa hari yang lalu. Dan saya merasa jadi orang tidur yang dipukul-pukul supaya sadar dan bangun. Banyak hikmah yang bisa didapatkan dari kisah tersebut. Terlepas dari masalah kepercayaan yang tak masuk akal, terlepas dari hal-hal gaib yang mustahil terjadi. Seperti halnya dongeng-dongeng fabel yang mengajak anak berkhayal bahwa gajah dan jerapah bisa berbicara, meski mustahil, namun sarat akan makna.

Selama menyaksikan kisah itu, seolah saya diajak mengkhayal bersama, dan masuk ke dalam sebuah kisah fantasi. Saya merasa menjadi seorang pengamat dan pengkhayat yang bisa mengetahui isi hati siapapun dalam kisah itu.

Bayangkan, ketika ada seseorang yang dengan mudahnya ingin mengakhiri hidup. Ketika seseorang begitu ingin meninggalkan dunia tempat ia berpijak karena sudah sangat putus asa. Di sisi lain, ada seseorang yang berjuang demi hidupnya. Demi memperoleh menit-menit berharga yang bisa ia bayar dengan air mata ketulusan, untuk kembali menghirup gas oksigen bebas di udara yang bisa didapatkan secara gratis.

Ketika kita dilanda depresi dan tak semangat menjalani hidup. Ketika kita kehilangan sesuatu yang berharga dan tak mendapati gairah hidup yang nyata, lantas kita menganiaya diri sendiri, mengasihani diri sendiri. Hingga hidup dalam kegelapan. Ketidakberartian. Sungguh meskipun secara fisik kita masih Hidup. Namun Jiwa kita telah lama Mati.

Dan di sisi lain, ada sesosok jiwa yang berkelana, dulu ia bahagia menjalani hidupnya, kini di tengah ketidakberdayaan ia mencari celah-celah kehidupan dari doa-doa dan air mata yang seratus persen tulus dari orang-orang tercinta. Ada sesosok jiwa yang raganya telah dinyatakan mati. Namun, ruhnya masih terus bergentayangan, mengembara, menunggu keajaiban, mukjizat yang diberikan Tuhan melalui doa-doa para hamba yang tak hanya Meratap Iba. Tetapi hamba-hamba yang berdoa dengan ketulusan jiwa, Sepenuh Hati dan tak ada sedikitpun niat yang bertolakbelakang dari jalan kebaikan.

Ketika kita dilanda perasaan sedih yang berkelanjutan, hingga air mata pun tak dapat menetes lagi, hingga hanya pandangan mata kekosongan yang kita lihat saat menonton acara komedi sekalipun. Saat yang kita ingin makan saat itu adalah racun pembunuh serangga. Ingatlah, bahwa, di luar sana, banyak orang-orang telah mati secara fisik, namun jiwanya masih ingin menjalani hidupnya dengan semangat.

Apa yang akan dikatakan ruh yang berkelana itu jika berhadapan dengan kita? Mungkin ia akan memaki-maki kita, “Kamu harusnya bersyukur! Aku iri padamu… Suaramu masih bisa terdengar oleh orang-orang, kamu masih bisa terlihat! Kamu masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Lalu kenapa kamu seolah tak bersyukur? Kenapa kamu menjalani hidup seperti ini? Hidup dalam kegelapan dan kekosongan?! Tidakkah kamu ingin hidupmu berharga? Selagi masih ada kesempatan! Janganlah menjadi orang yang merugi!”

Jujur, saya sangat tersindir dengan makna-makna yang terjabar dalam kisah itu. Meskipun bersifat fantasi, namun banyak hal yang menyadarkan saya.

Juga ketika ruh tersebut menjalani 49 days travel menjelajahi hidupnya dalam tubuh orang lain.

Bayangkan, seandainya ragamu terbaring kaku di ranjang rumah sakit dan dokter telah menyatakanmu mati secara medis. Sedangkan ruhmu berada di samping jasadmu. Kau temukan orang-orang tersayang menangis di samping ranjangmu.

Ayah, ibu, saudara, sahabat, dan semua orang yang mengenalmu dengan baik…

Namun, apakah tangisan mereka adalah benar-benar Tangisan Ketulusan?

Ketika ruh kita diberi kesempatan hidup kembali, dengan syarat mencari 3 tetes air mata orang-orang yang tidak berhubungan darah dengan kita. Kita harus mencari tetesan air mata yang seratus persen tulus. Akankah kita mengetahui bahwa tidak semua orang seperti apa yang terlihat di luar.

Ketika ruh kita senang dan sangat percaya kita mampu mendapatkan 3 tetes air mata itu. Kita pun menebak-nebak siapa saja yang mungkin akan menangis tulus.

Namun ternyata, tak semua yang terlihat dari luar adalah seperti apa yang kita duga. Mereka bisa saja menangis di samping jasad kita karena mungkin kita masih memiliki hutang yang belum dibayar, sehingga orang itu menangis di samping jasad kita akibat menanggung kerugian. Atau karena ingin mendapat simpati, warisan, atau ada yang menangis di samping kita atas perasaan bersalah karena telah berkhianat.

Ternyata, hal itu menyadarkan saya akan adanya berbagaimacam arti air mata. Dan di luar semua itu, ada air mata dalam doa yang di dalamnya mengandung seratus persen murni ketulusan.

Saya tidak ingin menjadi orang yang mudah su’udzon karena itu, dengan menduga-duga air mata jenis apa yang orang-orang keluarkan. Toh, memang itu hanya Fantasy Fiction. Hanya Allah yang mengetahui segala. Juga tentang kapan deadline hidup kita. Saya hanya ingin menuliskan kembali beberapa hal yang menarik dan sempat memukul-mukul hati dan pikiran saya beberapa hari ini pasca menonton film drama Korea 20 Episode berjudul 49 days itu.

Bahwa selagi Hayat masih di kandung badan. Seberapapun berat ujian hidup, seberapa banyak hal berharga dari dirimu yang menghilang. La tahzan…

Jalani terus hidupmu dengan Semangat dan Keceriaan.

Sebelum Scheduler ‘Yang Sesungguhnya’ memanggilmu menuju ‘Elevator Kematian yang sesungguhnya’ untuk melintasi Deadline hidupmu…

***

sumber gambar : purplewallpaper.com

1 komentar:

  1. ih windaa, aku baru inget,, ini ceritanya hampir mirip sama novel terjemahan yang aku baca waktu SMA. judulnya if i were you, tapi ga tau kemana novelnya skrg, udah di film kan juga, judul nya aku lupa, tapi bedanya, dia cuma koma doang,, hehhee dan gentayangan gitu,, (eh g mirip ya? ahhaa,, cuma aku merasakan sensasi yg sama aja saat ngebayangin film itu,, habis aku belum pernanh nonton sihh)

    BalasHapus

Ada tanggapan???