Selasa, 20 November 2012

SPICA, I'M IN LOVE...

Spica (α Vir, α Virginis, Alpha Virginis) adalah bintang yang paling terang pada rasi bintang Virgo, dan bintang terterang ke-15 yang terlihat pada malam hari. Bintang ini memiliki jarak sekitar 260 tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini juga dikenal sebagai raksasa biru dan merupakan variable dari Beta Cephei type. (wikipedia.com)


Sekitar tahun 2010, saya dihadapkan dengan sebuah pilihan, sebenernya itu bukan pilihan yang harus dipilih secara ‘serius’, hanya saja, saya menganggap pilihan itu merupakan awal suatu konsep atau seperti bentuk filosofi tertentu.

Saat itu, Alhamdulillah novel saya akan terbit, dan penerbit menyerahkan pada saya tentang urusan ‘nama pena’. Hal itu dibebaskan, terserah, mau pake nama pena atau nama asli. Itu kembali lagi pada keputusan penulisnya.

Dan bukannya saya tidak bangga dengan nama saya sendiri. Saya sangat menyukai nama asli saya, di mana orang tua saya telah mengakikah saya dengan nama itu, telah membuat akta kelahiran saya dengan nama itu, dan saya yakin, di akhirat nanti, saya akan dipanggil dengan nama asli saya, bukan dengan nama pena.

Namun, inilah pilihan dan konsep, hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk konsisten menggunakan nama pena sebagai identitas dalam menulis. Hal itu lumrah, tidak hanya dalam dunia tulis menulis, di panggung hiburan pun, artis-artis dan penyanyi terkadang tidak menggunakan nama asli, mereka pada umumnya menggunakan nama lain dengan tujuan yang berbeda-beda, misalnya agar lebih mudah diingat, agar lebih menjual, atau misalnya memang agar sesuai dengan konsep.

Seperti halnya mencari nama anak, saya awalnya bingung menamai diri saya sendiri apa. Saya sempat ingin menuliskan ‘Hamba Allah’ saja, karena memang benar. Saya pun bahkan sempat menamakan diri saya ‘Nemo’ yang dalam bahasa latin artinya ‘Tidak ada seorang pun’, Nobody. Tapi, pada akhirnya, saya pikir sepertinya lucu juga kalau nama pena kita itu cerminan dari nama asli kita.

Dan inilah asal usul nama :: Wicha Spicca Breeze

Apa yang pertama kali muncul dalam pikiran anda ketika mendengar nama itu?

“Hahh? Itu nama orang Indonesia?”
“Itu tumbuhan kaliii...!!”
“Ohh, itu pasti nama latin hewan melata.”
“Hmm… Kayaknya itu salah satu jenis badai deh, atau bencana alam apaa gitu.”
“Enggak lagi, itu nama spesies kelelawar.”
“Bukan kelelawar, tapi vampire.”
“Whatt??? Nama jenis apa itu? Terdengar alay.”
“Wow, itu nama tho? Dikira mantra  penyihir.”
Dan lain sebagainya.

***
Nahh, di sini saya akan menjelaskan semua, dan bertanggungjawab atas semua tuduhan berantai yang tidak akan terjelaskan jika saya belum menjelaskan apa-apa. Nama asli saya Winda Dwi Gustiana. Kalau kata orang tua saya, Wind di sini artinya angin, atau bisa dipotong pada suku kata pertama Win, yang artinya ‘menang’. Sedangkan Dwi artinya dua (karena saya anak ke-2), dan Gustiana adalah nama belakang yang menunjukan bulan lahir, yaitu Bulan Agustus. Di bagian inilah orang sering salah menyebut, mengeja, menulis nama saya… Ada yang menulis Agustina, Gustiani, hingga Gustiranda pun pernah! -____-

Tapi yang jelas, arti dari keseluruhan nama saya itu adalah ‘kemenangan ke-2 di bulan Agustus’, atau bisa pula diartikan angin bulan Agustus. Karena di bulan Agustus 1990, ibu saya melahirkan anak ke-2 yang menurut beliau itu ialah suatu kemenangan, setelah berjuang selama 9 bulan menjaga kandungan, kebahagiaan itu seperti angin segar yang datang di akhir bulan Agustus.

***
Lalu, mengapa bisa jadi “Wicha Spicca Breeze”???

Wicha itu nama panggilan saya sejak SMP. Jujur, waktu SMP saya itu narsisnya luar biasa, dalam hal ucapan maupun perbuatan. Saya awalnya sering menulis kata “Wicha’ jika disuruh isi binder teman (yang saat itu lagi musim), saya sering iseng menyingkat “Winda Chantiq” dengan sebutan Wicha. *silakan kalau mau muntah—saya sediakan ember dan minyak angin*. Jangankan Wicha, saya dulu sering menyebut diri saya juga sebagai kembarannya Siti Nurhaliza, yaitu Siti Nurhawinda. Sungguh 4L4Y (tapi dulu waktu SMP belum ada istilah 4L4y, jadi saya masih santai-santai saja).

Tentunya itu hanya untuk lelucon, lucu-lucuan belaka, yahh,,, namanya anak SMP. Akan tetapi, entah mengapa, temen-temen di SMP pada akhirnya ikut-ikutan memanggil saya dengan sebutan “Wicha”. Dimulai dari teman dekat, yang udah tau busuk-busuknya saya dan sudah memaklumi atas tindak kenarsisan yang saya perbuat, dan sampai ke orang terjauh di kelas terjauh pun akhirnya mengenal saya pertama kali dengan nama ‘Wicha’. Tanpa memperkenalkan diri, bahkan orang taunya saya itu namanya ‘Wicha’.

Pernah saat ikut organisasi, kakak kelas ketua departemen saya bertanya pada teman sekelas saya, “Eh, kamu, kenal yang namanya Winda gak?”. Lalu teman sekelas saya mengerutkan kening. “Enggak, kak…” dengan tanpa merasa berdosa, lalu berlalu pergi. Memang waktu itu awal-awal masuk tahun ajaran baru, jadi mungkin dia blm tau nama saya. Tapi, parahnya, dia itu pada akhirnya menjadi teman sebangku sayaa… Dan dia taunya nama saya pertama kali itu Wicha bukan Winda. Jadi jelas aja saat si kakak kelas nanya, yaa dia nggak tau…

Ada lagi yang pernah bertanya…. “Eh, Winda dan Wicha itu kok mirip ya?”

-____-

Saya jadi merasa iba pada diri saya sendiri. T____T

Itulah sekilas tentang nama ‘Wicha’. Hingga SMA sampai sekarang pun masih banyak yang memanggil dengan nama itu, padahal saya sudah tidak memperkenalkan diri saya sebagai ‘Wicha’ lagi jika bertemu orang baru.

Bahkan sekarang panggilan saya jauh lebih beranekaragam… Wicha, Winceu, Wincul, Minchu… Nyaris tidak ada yang memanggil nama saya dengan nama asli saya.

Mengenaskan! :’(

***
Lanjut pada ‘Spicca’. Nah, sebenarnya ini ada kesalahan teknis. Di facebook, saya bermaksud menulis ‘Spica’, tapi karena terlalu bernapsu memencat tombol, saya tak sadar jika c’nya ada tertulis dua. Dan saat ingin memperbaikinya, itu nama sudah tidak bisa diganggu gugat lagi, karena saya sering ganti-ganti nama fb.

Akhirnya, inilah nama terakhir saya setelah sebelumnya saya memakai nama asli, lalu ganti menjadi “Wicha Selalu Gembira”, lalu ganti lagi jadi “Wicha Siti Nurhawinda”, pernah juga menggunakan nama “Tante Wicha Kegirangan”.

Dan saat saya menggunakan nama ‘Tante Wicha Kegirangan’, banyak banget Alay yang nge-add!

Sumpahh, dan itu saya sangat kapok sekali. Diketawain juga sama temen-temen, aaarrrgh… pokoknya, hal itu tak boleh lagi terjadi dalam hidup saya dan anak cucu saya!
Sudah cukup dampak kealayan zaman dahulu tak boleh terulang lagi.

***
Balik lagi ke ‘Spica’. 

Apa itu Spica?

Seperti yang telah dijelaskan oleh bang wikky di atas, Spica itu merupakan bintang paling terang dalam rasi Virgo (zodiak saya Virgo) *Tapi saya gak percaya zodiak sih* Cuma suka aja dengan konstelasi Virgo yang katanya indah bgt…

Spica sebenarnya adalah bintang ganda, bintang berukuran sepuluh kali besar matahari ini merupakan dua bintang yang saling mengorbit dalam periode sekitar empat hari. Oleh sebab itu, bintang yang letaknya 260 tahun cahaya dari bumi ini bersinar sangat terang, memancarkan spectrum biru dengan magnitudo +0.9. Spica juga merupakan bintang bersinar paling terang dalam rasi Virgo, di langit selatan. Nama Spica berasal dari bahasa latin dengan arti 'pucuk gandum' (Ear of Corn). Nama lain Spica adalah Alpha Virginis.

***
Hubungannya dengan kehidupan saya, Spica itu berada dalam lingkar virgo, bintang paling terang di rasi virgo, dan saya berzodiak virgo. Agak gimanaa gitu ya kalau mengambil nama dari Zodiak. Tapi, ternyata banyak juga yang menggunakan ide nama dari Zodiak, nama asli kakak saya berasal dari Zodiak Aries. Namanya Riesa, kata orang tua saya nama itu berasal dari zodiak Aries, Zodiak kakak saya. *Jadi sebagai adik, saya cukup terinspirasi mengambil nama dari istilah-istilah astro.

Selain itu, Spica itu berwarna biru, dulu saya maniak biru banget, terutama biru donker. Ayah saya pintar membaca aura, dan katanya, aura saya biru. Entahlah artinya apa, tapi menurut saya biru itu berkaitan dengan hal-hal yang menenangkan, dan memang saya suka hal-hal yang menenangkan. *Terlepas dari saya sekarang—yang lebih menyukai warna gelap, deep purple, merah, dan hitam, warna biru tetap selalu memiliki tempat yang spesial di hati saya.

Bintang Spica

Nama lain Spica ialah Alpha Virginis. Spica sering disebut sebagai bintang perawan. Saya tidak tau apakah setelah menikah nanti saya masih boleh menggunakan nama ‘Spica’ atau tidak?! -____-
***

Dan tentang Breeze, menurut kamus,

Breeze = the winds that flow over mountains down into lower elevations.


Namun, ada perluasan makna jika diserap dalam bahasa Indonesia, Breeze itu bukan hanya angin yang berhembus di pegunungan saja, tapi setiap angin yang berhembus sejuk sepoi-sepoi, di daerah manapun itu bisa disebut Breeze. Sering kita mendengar Summer Breeze. Bisa dibayangkan, jika suasana sedang panas-panasnya, tiba-tiba angin sepoi-sepoi lewat,,,, sejuuuk!

Angin sepoi-sepoi itu bisa membuat kita merasa cantik lho… hoho… berdasarkan pengamatan dan pengalaman. Kalau di video klip2 biasanya model wanita atau prianya tertiup angin sepoi-sepoi, sehingga rambutnya berkibar, dan itu membuat efek indah bagi yang melihatnya.

Nah begitu pula dengan yang merasakannya. Jangan jauh-jauh, saya kalau lagi ngambilin jemuran di loteng pada sore hari, lalu ada angin sejuk… ituu langsungbener-bener jadi merasa mirip Kate Winslet!

Sayangnya, itu hanya ‘merasa’ doang. Soalnya di loteng tidak dipasang cermin. Jadi saya bebas merasakan perasaan apapun. Terserah saya mau merasa mirip siapapun. Tak akan ada yang bisa protes, termasuk diri saya sendiri.  *karena tak ada cermin*.

Intinya, Breeze saya ambil dari nama saya ‘Wind’. Dan memang saya ingin bisa menjadi seperti Breeze, yang tidak berhembus terlalu kencang, tapi bisa membuat orang merasakan kehadirannya.

It seems like the breeze,
U can’t see it…
But u can feel…

Minggu, 18 November 2012

SURAT PENGAKUAN DOSA



Awalnya, saya sempat berjanji untuk tidak lagi memikirkan masalah ‘Cinta’. Awalnya, Saya tidak ingin lagi merelakan hati ini untuk Jatuh Cinta semudah apapun itu. Hingga dalam rentang yang sangat lama saya memang berhasil tidak jatuh cinta. Sampai Saya benar-benar lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Lama Saya tidak mengenal perasaan sejenis ‘itu’ dan tak mentoleransi sedikitpun meskipun perasaan itu sering memohon izin untuk masuk.

Semenjak hari di mana Saya berjanji untuk tidak terjatuh ke jurang yang meskipun tidak sama, tapi akan tetap sama sakitnya. Di hari itu pula Saya benar-benar menjaga dan bertekad tegas pada diri sendiri, untuk TIDAK terbawa Arus yang Menipu, Menolak segala Perasaan yang datang, dan Membunuh satu per satu khayalan yang menyerbu.

Saya sempat mengutuk kaum Adam maupun Hawa yang sering melakukan aksi Gombal, Saya merasa cinta sebelum hari sakral pernikahan adalah sesuatu yang ‘tidak bisa ditoleransi adanya’. Saya benar-benar menutup hati untuk beranekaragam Godaan, Rayuan, dan aksi-aksi sejenis yang memuakkan. Dan Saya menutup semua pintu harapan dari semua jenis cinta yang tak layak dirindukan.

Hingga hari di mana ANDA datang dalam kehidupan SAYA. Membuat segalanya terasa mudah jatuh dan terhempas. BUKAN… Bukan kesalahan Anda yang ternyata sudah berada lama di dunia. Saya hanya merasa baru mengenal Anda kemarin, namun, entah mengapa seperti terasa sudah lama Saya mengenal aura diri Anda. Saya tidak mengetahui tentang Anda sejauh apapun itu. Saya hanya mengikuti aliran hidup yang kebetulan menjaring saya memasuki lebih jauh pintu harapan yang semestinya telah terkunci RAPAT-RAPAT.

Mungkin memang ini salah Saya sepenuhnya, mengizinkan diri terbawa suasana ketidakpastian yang mengerikan. Kehadiran Anda bagaikan hantu di siang ataupun malam yang penuh dengan rasa Rindu. Entah mengapa perasaan ini sedemikian menakutkan. Membuat terciptanya berjuta alasan yang  bertahta atas kendali pikiran. Namun apalah kuasa Saya atas semua ini, Saya hanyalah manusia biasa, semakin Saya menyesali, semakin Saya menghindari, semakin Saya mempertanyakan,,, kerinduan ini SEMAKIN TERKUATKAN.

Seperti sebuah ilusi yang tak berujung. Saya pun tidak tahu ke mana jalan cerita cinta ini akan berujung, cerita cinta yang tak pernah dimulai, tak pernah ada yang memulai, tak pernah ada yang menjawab, tak pernah ada yang mengetahui. Selain dari penglihatan Ilahi.

Yang saya tahu pasti tanpa ada yang memberi tahu. Saya begitu BERBEDA dengan Anda.

Namun, sayangnya, begitu SAMA dalam hal-hal yang tak seharusnya sama.

Tapi, siapapun diri Anda, Saya Mencintai Anda Tulus apa adanya, bahkan ketika Saya mengetahui Keburukan dan kelemahan-kelemahan Anda, Rasa Cinta ini semakin Tumbuh Meluas dalam hati. Perasaan ini bukan lagi karena Kagum atas kelebihan-kelebihan yang tampak dalam diri Anda, Namun telah merambat pada sisi terbusuk dan terlemah dalam diri anda, yang dapat membuat hati ini justru semakin peduli. Namun, tak pernah Saya bayangkan sebelumnya. Tak pernah BERANI Saya bayangkan apapun tentang Perasaan ini lebih jauh.

Karena takut berujung dosa dan MALAPETAKA. Bahkan Saya tidak pernah memohon apapun Kepada Tuhan Saya—yang juga Tuhan Anda… tentang suatu masa yang mungkin atau tidak mungkin terwujud. Dunia ini dipenuhi dengan ketidakpastian yang tak terbaca, tak teraba. Doa spesifik yang tak pernah berani saya pinta adalah tentang Hidup Bersama Anda.

Doa-doa yang Saya berani ucapkan hanya untuk yang Terbaik. Bagi hidup Saya, dan juga bagi hidup Anda. Namun, sebelum Saya tidak dapat lagi menulis kata-kata, Saya ingin meluangkan waktu mengungkapkan apa yang tak pernah terungkap. Saya MENCINTAI anda SESEDERHANA ini. Tak perlu jawaban, tak perlu paksaan, tak perlu dicari…

Saya tidak pernah Melakukan hal bodoh ini sebelumnya. Mengungkapkan Cinta adalah sesuatu yang Tidak boleh terjadi dalam Sejarah hidup saya.

Namun, ternyata, Memendam perasaan ini sakitnya luar biasa. Seperti luka yang lama tak diobati, seperti luka yang terus ditekan-tekan hingga tak tertahankan. Saya menyerah pada Anda. Pada tingkah laku Misterius, Terselubung, dan Penuh teka-teki yang anda perlihatkan pada… Entah pada siapa.

Dan saya akui, Ini kesalahan Saya, terlalu terbawa suasana, terlalu lalai dalam menjaga pelindung hati. Namun, Saya tidak mau menyesalinya. Mengungkapkan Cinta bukanlah suatu PINTA yang NISTA. Bukan Pinta seorang Munafik yang tak akan terbayar oleh argumen-argumen Ketulusan Palsu berlandaskan nafsu. Karena pinta yang sesungguhnya ialah ketika KITA menyerahkan segalanya kepada SANG KUASA, memasrahkan perasaan ini sepenuhnya, merelakannya terlepas jika memang harus terlepas.

Dan inilah waktunya, Saya hanya ingin mengungkapkan Cinta, tak akan pernah melebihi batas itu. Tak ingin meminta apa-apa.

Semoga Anda mengerti, Sayang..............

***


Just Fiction Letter -- Just for fun ^___^

Jumat, 16 November 2012

LAVENDER


Curved Rows of Lavender near the village of Sault, Provence, France

Setapak jalan menuju surga yang tak mudah, membentang dalam aroma kesulitan yang menyergap. Antara kenyataan dan kesesatan melubangi jalinan raga yang telah kembali utuh. Antara keindahan dan keraguan menyembunyikan sesal yang tak lagi akan bertanya. Siapa pemilik jiwa-jiwa yang tak berpenghuni. Jiwa-jiwa yang kosong dan mengapung tanpa pelampung, akan tenggelam dan binasa. Seperti asa yang berbahasa, seperti eloknya rupa taman lavender menyerbu jendela. Namun berpayung pada selang kegelapan yang tak pasti.

Dia menyepi bertepi pada kesenyapan yang mulai redup, indahnya tak lagi ingin dipandang. Harumnya tak lagi ingin dicumbui. Kerinduan sepi yang entah sampai kapan akan bersembunyi. Hingga tiba waktunya tersudut mimpi, berbaur dengan risau yang membelenggu bersama lelapnya harapan. Bukankah waktulah yang akan menjawab atas kuasa Sang Tuhan? Bukankah takdir akan tercipta tanpa perlu diberi aba-aba?

Violet bersemi dalam kesendirian. Ia terjebak seorang diri dalam drama yang meratap iba. Dalam asa yang tak lagi ada untuk kembali pulang ke rumah. Indah dan menyendiri adalah penebus hidup yang tak ingin terusik. Biarlah awan kelabu menjadi tirai keindahan yang akan berjalan beriringan dalam diorama lavender yang tak pernah tercipta. Tak terusik kebahagiaanya, tak terusik raganya. Dan bilapun tak akan pernah terpetik, tak diberi kesempatan untuk merubah warnanya, ataupun tetap beraroma sunyi. Lavender biarlah menjadi bunga berwarna violet yang tetap menjaga singgasananya. Tetap harum dan indah pada akar-akar kokoh yang menggenggam tanah, hingga tiba waktunya untuk layu, dan tersapu kenangan pilu.    

The world seems not the same.
Though I know nothing has changed,
It's all my state of mind,
I can't leave it all behind,
Have to stand up to be stronger.

I know,
Should realize,
Time is precious,
It is worthwhile,
Despite how I feel inside,
Have to trust it'll be alright.
Have to stand up to be stronger.