Sabtu, 16 Oktober 2010

MY LOVELY TOWN

Suasana hati lagi melankolis nih, kebawa suasana, langit agak mendung detik ini, dan ketika gw melihat ke luar rumah dari jendela, memandangi aspal jalanan, memandangi anak-anak kecil yang lagi bermain tanpa beban, melihat langit biru yang tertutup awan putih dan kelabu, diiringi kegelapan malam yang akan datang sebentar lagi. Rasanya, saat ini gw pengen menunggu waktu dengan mengungkapkan segala isi hati lagi. Setelah sebelumnya gw melakukan hal yang sama. Dan ternyata, bagi gw, menulis seperti ini adalah sebuah kebutuhan. Kalau dulu diary, sekarang blog. Emang kurang bebas sih kalau di blog, karena siapapun dapat mengakses, oleh karena itu, ’Barangsiapa yang pernah membaca posting2 di blog ini dan merasa tersinggung. Mohon maaf, aku tak maksud menyinggung, aku cuma ingin bercerita tentang perasaan saja. Perasaan yang manusiawi.’

Saat ini, gw emang lagi dalam suasana yang mendayu-dayu, romantis melankolis. Tapi gw gak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena, sesungguhnya, gw bukan orang yang bisa mengungkapkan perasaan dengan kata-kata romantis dan melankolis. Dalam kehidupan nyata, gw adalah orang yang gak pernah bisa serius. Gw juga gak tau kenapa. Kalau serius, bawaannya amat sangat tidak nyaman.

Itu yang gw takutkan ketika punya pendamping hidup atau punya anak. Terus terang, dalam kehidupan nyata, gw adalah orang yang amat sangat dingin, risih banget kalau mau mengungkapkan perasaan sayang dan cinta. Sampai mama sering banget ngingetin ’kalau diajak ngomong itu yang serius. Ada waktunya kita becanda, ada juga waktunya harus serius.’ ^_^v

Sebenernya gw jg bisa lah serius, cuma sering merasa gak nyaman dengan keseriusan itu. So, biarkan gw menjadi diri sendiri apa adanya. It’s the truly me... ^^

Balik lagi ke pemandangan yang gw liat dari jendela rumah. Taman kecil depan rumah rumputnya makin subur, tembok warna krem memagari taman itu dengan setia. Setiap kali gw melihat taman kecil itu dari jendela kamar. Bahkan, saat ini jadi meluas, juga setiap gw liat tiap sudut ruangan dalam rumah gw. Tiba-tiba muncul perasaan sedih yang gak bisa dijelaskan. Gw juga gak ngerti itu apa, apa perasaan rindu? Takut kehilangan? Atau memori? Perasaan itu begitu aneh dan kadang gw pengen kabur dari rumah ini sebelum waktu mengusir gw dari rumah ini.

Jujur, mungkin itu memang efek dari pernyataan yang insha Allah akan menjadi kenyataan, bahwa, TAK KAN SELAMANYA, kami, berada di sini. Kata-kata itu selalu gw lupain, tapi perasaan sedih itu kadang muncul di tengah tangis, tawa dan semua hal yang gw rasakan akhir-akhir ini.

Mungkin gw emang anak yang lebay banget sama perpisahan. Dulu, waktu zaman TK, SD sampai remaja, kalau ada tamu yang berkesan datang truz pulang, rasanya tuh sedih banget, sampe sedihnya tuh bisa satu minggu. (keluarga gw kayanya g ada yang nyadar kalau gw memiliki perasaan selebay itu kalau ditinggal, hehe) lha gw sendiri bingung kenapa gw bisa selebay itu.

Inilah yang terjadi setiap kali gw ditinggal tamu, ’melakukan ritual flashback, dari hari pertama tamu itu datang, setiap jamnya gw ingat-ingat lagi, dan gw catat dalam buku diary, sampai hari kepulangan beliau. Sampai gw menciptakan lagu khusus ritual itu. Yang judulnya ”WAKTU ITU” Sumpah ya, konyol! gw g tau itu lagu berasal dari mana. Tapi gw selalu menyayikannya setiap kali ada tamu berkesan yang pulang. Dan saat itu juga gw tau, itu lagu bukan berasal dari mana-mana, tapi berasal dari dalam hati sanubari.

Beranjak Remaja, dan menjelang dewasa, Alhamdulillah gw gak se-alay itu, cuma kali ini, entah kenapa gw sering melakukan flashback, memutar film kenangan dalam memori otak, yang berjudul, ”My Lovely Town”

Bogor...

Kota itu bukan kota tempat gw dilahirkan...

Tapi, di kota itu, gw memulai fase-fase kehidupan, melangkahi masa, merasakan usia bertambah, bersama kenangan-kenangan yang sulit untuk diterjemahkan dalam bentuk barisan kata-kata. Karena kenangan itu begitu banyak dan manis.

Gw pernah bilang sama temen-temen di kampus bahwa sebenernya dari lubuk hati yang paling dalam, gw gak mau meninggalkan kota ini. Alias hijrah ke lain kota. Meskipun hijrah, gw pengen kota utama gw adalah Bogor. Gw pengen menikah dengan orang Bogor, membesarkan anak-anak di tempat ini, pokoknya, gw pengen berkembangbiak di Bogor. Gak mau tau! Titik!

Sekilas, itulah sisi keegoisan diri yang kadang gw sendiri mengerti mengapa keinginan itu bisa begitu kuat. Sulit untuk membedakan kesetiaan, pengabdian, pengorbanan, dan rasa takut akan perubahan.

Tadi, sempet diskusi sama Mama, tentang kenapa Papa memilih kota Bogor sebagai tempaat tinggal. Padahal, semua saudara kita numpuk di Bandung semua. Papa memilih kota Bogor, padahal dulu papa kerja di Jakarta karena, kota Bogor itu aman, damai, tentram, tenang... Beberapa orang yang gw kenal bilang kalau Bogor itu tempat yang enak untuk tempat hidup.

Inget papa, perasaan sedih yang ’aneh’ itu makin tambah aneh. Ditambah, sekarang kakak udah kerja di Bandung, ade kuliah di Bandung, dan saudara-saudari kami semua banyak di Bandung. Makin besar daya tarik Kota Bandung di mata Mama. Kota masa kecil beliau.

Jujur, gw sedih, Temans...

Bukan karena kayanya Mama udah pengen banget pindah ke Bandung.

Bukan karena gw takut karena biasanya gw pulang ke rumah, dan kalau semua keluarga udah pindah, gw gak bisa lagi pulang ke rumah.

Bukan itu... Meski terkadang iya,

Tapi, bukan itu yang paling bikin miris.

Yang paling sedih itu, kalau Mama gak mau pindah ke Bandung karena alasan ’Masih Ada Gw yang Kuliah di Bogor’.

Tentang semua yang Mama ajarkan, aku ngerti kok...

Tentang semua hal yang Mama takutkan, aku juga ngerti...

Tentang semua ketakutan yang kadang datang tanpa diundang, aku sangat mengerti...


Dan aku cuma minta Mama untuk tenang...

Gak ada yang perlu dikhawatirkan, selama aku tinggal di sini.

Di sebuah kota kecil yang pasti punya tempat tersendiri di hati keluarga kita.

Aku tetap ngerasa aman. Sekalipun semua anggota keluarga pindah.

Aku pengen mama pindah ke Bandung...

Berbahagia di sana...

Di sini, aku juga akan bahagia.

Karena jejak-jejak langkah kenangan mengajarkanku banyak cara untuk hidup.

Hingga aku mengerti...

Jejak-jejak langkah keluargaku tercinta... ^_^

Dan suatu saat ketika aku dihadapkan dengan situasi yang dulu kalian hadapi untuk melindungiku. Aku akan selalu mengingat cara itu.... Aku bisa mengerjakannya sendiri. Dengan cara-cara yang telah kalian ajarkan.

Aku hanya butuh, ’Diberi Kepercayaan untuk Hidup Mandiri’

Dan untuk kotaku tercinta...

Sejauh apapun tempat masa depanku nanti...

Sepanjang apapun langkahku untuk meninggalkanmu...

Aku tetap akan PULANG.


sumber gambar : http://kookkaburra.blogspot.com

Senin, 11 Oktober 2010

HAPPY ABSTRACT DAY

Syukuri apa yang ada,

Hidup adalah anugerah,

Tetap jalani hidup ini,

Melakukan yang terbaik…

Jangan menyerah... Jangan menyerah, JANGAN MENYERAH....

(itu sekilas lagu d’massive yang liriknya bikin semangat abis!)

Pada zaman dahulu kala (gak sejadul itu c) saya kan pernah posting suatu hal yang mungkin menurut orang yang baca, hal itu menunjukan sebuah ’penyesalan’, kesannya saya udah sejauh itu menyesalinya, dengan penjelasan yang bener-bener penuh emosi, tapi emang ada benernya juga c... gak ada yang salah dengan keluhan konsumen itu. Hanya aja, saya ngerasa harus memotivasi diri lagi, karena seorang konsumen pun sebenernya jangan hanya bisa mengeluh. Tapi juga memikirkan solusi dari kesalahan itu, memberikan saran, dan tetap menikmati barang yang telah dibeli, seoptimal mungkin, coz, yaa kalau udah dibeli, otomatis gak bisa dikembaliin, kecuali ada perjanjian antara penjual-pembeli.

So, intinya c, ya itu derita loo... Nasi udah menjadi bubur…

Berhubung bubur juga masih bisa dimakan, saya bisa menghias bubur-bubur yang sudah terlanjur itu jadi enak dipandang mata dan nikmat di lidah lagi. Toh, gak ada istilah kepalang, 'nasi sudah menjadi minyak jelantah’.

Kata ‘bubur’ itu sebenernya ngungkapin bahwa gak ada hal yang sia-sia dan gak ada kata TERLAMBAT di dunia ini. Meskipun udah kepalang, bubur kan masih bisa dimakan juga…

Dan meskipun kata ‘bubur’ diganti ‘minyak jelantah’ pun, ituu minyak juga masih bisa menyelamatkan nyawa orang banyak. Bisa dipake buat bahan bakar bus transpakuan. So, kayanya kalaupun diganti sama benda lain yang lebih rongsokan juga tetep aja, kalau kita mau mikir, kagak akan deh ada yang sia-sia. Sekalipun sampah, dia jg bisa didaur ulang koq…

Bukan saya menyamakan nasib saya dengan benda-benda yang terbuang,,, yahh, namanya juga istilah, kadang terdengar lebay dan tidak tahu diuntung. Tentu aja kisah kasih saya dengan jalan hidup saya ini gak selebay istilah itu. Hanya aja, yaa kalau udah nyebur ke kolam, mau gak mau kita harus renang… kalau gak bisa, sewa aje pelampung…

Yaudin, langsung aja deh.. blak-blakan supaya hati ini tentram dan plong, gak ada yang ngeganjel. Kemaren, saya cerita ke seorang teman, tentang pilihan hidup. Saya ngerasa ini bukan jalan saya. Seharusnya saya tidak berada di sini, seharusnya gini, seharusnya gitu, dan keluhan-keluhan lain yang tidak sepantasnya diutarakan oleh seorang mahasiswa.

Sekarang, saya tahu apa yang sedang saya alami, apa yang saya alami itu banyak juga dialami oleh mahasiswa/i lain di manapun. Itu yang namanya ‘disorientasi’ menganggap rumput tetangga lebih hijau. Menganggap seolah kita adalah manusia paling sial di permukaan bumi. Merasa gak mampu, gak percaya diri dengan apa adanya diri kita, maunya kaya si anu, pengennya jadi kaya si ono. Gak puas dengan apa yang didapat, dan menyalahkan sistem. (meski terkadang memang ada yang salah dengan sistem).

Salah, wajar... gak ada pilihan hidup yang nyaris tanpa resiko. Semua sistem pasti gak sempurna, apalagi sistem-sistem itu dibuat oleh manusia, yang masing-masing punya kelebihaan dan kekurangan. So, di sini, sistem hanyalah berupa peraturan yang harus diikuti saja.

Mungkin saya sering bilang kalau saya gak tahan sama hal yang abstraknya tuh keterlaluan. Sungguh sebernya saya sangat menyukai hal abstrak, gak bisa di lihat, tapi ada. Secara saya sangat percaya dengan kekuatan perasaan. Coba, sedih, marah, bahagia, kesel, emosi dan perasaan yang pernah kita rasakan? Apa itu konkrit? Ada bendanya? Enggak kan?! Perasaan itu gak keliatan. Atau coba deh, di mana letak hati sanubari? Sekalipun kita memutilasi orang buat nyari tau gimana bentuk ’hati sanubari’ itu. Kita gak bakal nemuin, karena hati yg dimaksud itu bersifat abstrak.

So, saya sangat senang belajar yang abstrak2, dengan hal abstrak kita bisa membayangkan tanpa penjelasan rumit. Cukup dengan perasaan dan imajinasi. Dan hal seperti itu, saya jamin, semua orang sekonkrit apapun pikirannya. Pasti suka sama yang abstrak2... dan memang karena hal-hal yang abstrak itu, sangat mudah dipahami oleh orang yang mengaku memiliki hati dan otak. Karena pengetahuan seperti itu sangatlah naluriah.

Ohya, dan bagaimana dengan keberadaan Tuhan? Apakah Allah bisa dilihat oleh manusia? Apakah kita bisa merasakan kehadiran-Nya?

Pertanyaan itu hanya retoris, hanya untuk membuktikan bahwa betapa kita membutuhkan pengetahuan tentang hal-hal abstrak.

Agar kita memiliki IMAN yang KUAT.

Hanya aja, hal-hal yang abstrak sangat bisa menjadi rumit, sulit dimengerti, apabila sudah dikaitkan dengan teori.

Teori asing yang sebenarnya hanya manipulasi (menurut saya). Bukankah semua aturan dan teori mengenai apapun sudah komplit dijelaskan dalam Al Quran dan Sunnah? Lalu, kenapa harus kita pelajari teori-teori ^maaf^ orang kafir yang sudah meninggal?

Jawabannya adaalaaahh....

”Jangan lihat siapa yang berbicara, tetapi lihat apa isi dari pembicaraannya itu.”

So, gak ada yang sia-sia di dunia ini, lagian, semua teori pasti punya kelemahannya juga. Ambil aja positifnya, yang negatif, jangan dipercaya... (cukup diyakini saat ujian saja) ^_^

Inti dari postingan saya kali ini sebenernya cuma ingin meyakinkan diri sendiri atas segala hal yang saling menyalahkan dalam hati, kadang pro kadang kontra, banyak dialog dalam otak yang bernada pesimis. Dan saya udah gak tahan dengan semua itu. Saat ini, setelah merenung, ternyata, gak ada yang perlu disesali. Semua kepesimisan itu buatan sisi egois diri saya sendiri.

Jadii, apapun yang telah saya pilih... Apapun jalan yang telah Allah pilihkan untuk saya, sejauh ini saya telah melangkah. Gak mungkin berhenti, meski melampirkan banyak surat keluhan pun gak akan bisa mengubah segalanya. Dan belum tentu jika bisa diubah pun saya akan merasa lebih baik.

Balik lagi ke kalimat ’gak ada pilihan yang nyaris tanpa resiko’

Dan ini cara yang ingin kuaplikasikan dalam menghidangkan nasi yang sudah menjadi bubur...

----------------------------------

Ingat, Bubur bukanlah benda hina,

Dia masih bisa kita makan,

Bahkan kadang terasa lebih enak dibanding nasi...

Terbukti dengan bubur ayam deket rumah saya laku keras...

Hidangkanlah bubur tersebut dengan pelengkapnya...

Nikmati Proses pembuatannya...

Dan setelah menikmati bubur itu,

Ucaplah Alhamdulillah...

’Bersyukur atas segala nikmat-Mu ya Allah,

Hamba masih bisa makan...’


Sumber gambar : yulizz.wordpress.com

Selasa, 05 Oktober 2010

BECAUSE OF YOU


Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama…

Kesalahan yang telah kau lakukan…

Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi,

Hatiku terlalu sering mengalami penderitaan...

Aku tidak akan menyalahkan cara yang kau ajarkan padaku,

Cara yang begitu sulit…


Aku berusaha memahami dengan keras, untuk tidak membiarkan hal itu terjadi…

Karenamu…

Aku tak pernah tersesat terlalu jauh dari jalan menuju rumah.

Karenamu…

Aku selalu belajar dan bermain di tempat yang aman, agar aku tak terluka...


Karenamu…

Aku sulit mempercayai orang lain,

Aku sulit mempercayai bahwa tak hanya aku,

Namun banyak orang di sekeliling, Mengitariku…


Karenamu…

Aku menjadi penakut...


Aku kehilangan arah…

Aku tidak sanggup menangis.

Aku hanya bisa melihat gurat kelelahan di sorot matamu,

dan terpaksa berpura-pura,

Untuk tersenyum, tertawa setiap hari, di sepanjang hidupku.

Hati ini lelah, namun tak punya waktu untuk beristirahat dari kepalsuan dan keterpaksaan itu.

Hingga aku merasa tidak bisa untuk memulainya lagi dengan caraku sendiri…

Aku mendengar kau menangis, setiap malam dalam tidurmu.

Aku masih sangat muda, kau seharusnya peduli padaku.

Kau tak pernah memikirkan orang lain

Kau hanya fokus pada rasa sakitmu sendiri.

Dan sekarang aku menangis

Di tengah malam

Untuk hal yang sama,

Hal yang dahulu membuatmu menangis…



Karenamu

Aku mencoba cara tersulit untuk melupakan semuanya…

Karenamu..

Aku tidak tahu bagaimana cara mempersilahkan orang lain masuk dalam kehidupanku…


Karenamu

Aku malu dengan hidupku yang begitu hampa dan kosong…


Karenamu…

Aku menjadi takut menjalani hidup…

Menjalani segalanya...


(based on 'because of you' song lyrics-Kelly Clarkson)


Jumat, 01 Oktober 2010

Anggap : Bukan Keluhan Konsumen

Bismillah,

Boleh ya, kali ini gw menulis sesuai apa yang ada dalam hati gw? Cuma ingin menjadi diri sendiri dulu. Gak mau nurutin aturan dalam kepenulisan yang katanya harus tidak mengandung unsur SARA dan pencemaran nama baik. Terserah, persepsi orang apa tentang posting gw hari ini, yang mungkin sangat blak-blakan dan putus asa sekali. Gw manusia biasa yang bisa mengeluh. Mengeluh itu gak dosa, mengeluh itu gak dilarang, tergantung situasi dan kondisi. Keluhan konsumen mungkin bisa membuat penyedia layanan barang dan jasa suatu produk menyadari kekeliruan, kelalaiannya dalam memberikan service yang memuaskan konsumen. Begitu juga gw. Gw adalah konsumen pendidikan dan gw pun berhak mengeluh karena itu.

Mungkin, beberapa tahun yang lalu, gw bisa berkata bohong, lain di mulut lain di hati tentang perasaan gw sama sesuatu hal. Mungkin yang salah hanya sudut pandang aja, gw juga gak nuntut banyak, gw hanya ingin mencurahkan isi hati, bahwa kayanya, jalan yang telah gw pilih selama ini, udah salah.

Sekali lagi, dengan sangat hormat, bukan jurusan gw yang salah. Tapi gw yang salah memilih. Kembali lagi, ini masalah sudut pandang dan kenyamanan aja sebenernya. Harusnya dari dulu gw sadar, gw bukan pembelajar di bidang IPS. Mungkin otak gw IPS, tapi entah kenapa semangat belajar gw itu IPA banget. Gw gak suka yang abstrak-abstrak. Bukan berarti Ilmu sosial itu buruk dan enggak banget, itu salah banget, ilmu sosial itu keren banget kok. Liat aja, banyak politisi-politisi dan anggota-anggota DPR sukses, karena emang dia bisa berfilosofi dengan kata, mengemukakan pendapat, berbicara di depan umum, hafalannya mantap. Menyampaikan topik-topik yang abstrak. Pokoknya salut banget sama beliau-beliau. (Meski sekarang banyak demo yang menyudutkan para petinggi negara yang ’katanya’ hanya mengumbar janji, bukan bukti)

Gw juga suka hal-hal itu sebenernya, hanya aja gw gak bisa membicarakan hal yang abstrak. Entah karena gw blm sampai pada tahap formal operasional, tahap akhir teori kognitif menurut Jean Piaget, atau emang gw gak berbakat melihat sesuatu yang abstrak, dan terlahir untuk menjadi pemikir tekun yang sudah jelas bentuknya. Seperti jika kita sedang meneliti fosil, mengamati bakteri-bakteri dari mikroskop, meneropong bintang, mengamati orbitnya, ataupun berjam-jam di depan komputer sambil berpikir dan belajar memahaminya.

Sungguh mungkin, gw GAK PINTAR dan GAK BERBAKAT dalam ilmu-ilmu seperti itu. Terbukti, waktu SMA, nilai-nilai mata pelajaran MIPA gw bobrok abis. Tapi, yang gw rasa, di sana tetep ada semangat belajar dan rasa ingin tahu yang tinggi tentang hal-hal itu. Yang membuat gw ingin mengerti tentang hal-hal sulit. Sehingga kalau belajar dengan tekun, baru bisa mahir.

Sekarang gw baru sadar, yang kita dapatkan harusnya bukan sesuatu yang kita INGINKAN! Tapi, harusnya yang kita BUTUHKAN! Emang salah gw juga sih dulu, gak berpikir panjang.

Ada salah satu temen yang ditanya dosen, ”Dalam seminggu ini, hal baru apa yang telah kamu dapatkan?” karena memang topik kuliah waktu itu tentang ’hal-hal baru’ yang harus kita peroleh setiap harinya. Teman gw itu jawab, ”saya mengambil minor Manajemen Basis Data. Dalam seminggu ini, saya belajar ilmu pemrograman, basis data. Saya jadi tahu cara membuat web, sebelumnya saya tidak bisa, tapi sekarang saya bisa membuatnya.” yahh... pokoknya kurang lebih seperti itu.

Dengan jawaban teman gw itu, gw semakin yakin, banyak hal yang gw lewatkan. Jawaban itu. Mungkin beliau tidak merasakan telah membuat gw semakin sadar. Tapi secara refleks dan tidak langsung, itulah faktanya. Hal yang baru itu, kenapa beliau tidak menyebutkan, ”Dari pelajaran Mayor saya, saya jadi tahu.... bla bla bla... yang sebelumnya saya tidak tahu... bla bla bla... hingga setelah belajar hal itu, saya jadi tahu.” (Kenapa harus Minor yang beliau utarakan? Kenapa gak ambil contoh mayor? Bukankah beliau lebih banyak menghabiskan waktu belajar di mata kuliah mayor?)

Intinya, jawaban itu sangat jujur beliau ungkapkan, secara tulus. Tanpa dipengaruhi siapapun. Jawaban itu berasal dari alam bawah sadarnya. Yang memaksanya berkata jujur dari hati. Tentang hal baru yang beliau telah dapatkan.

Jujur, gw ingin lebih mengenal diri sendiri. Gw adalah seorang manusia yang suka mengetahui hal-hal baru, yang belum gw ketahui sebelumnya, tidak suka diingatkan berkali-kali, hal yang gw udah tahu diingatkan kembali berkali-kali sampai lebay. Mengingatkan boleh, bagus malah, tapi kalau berlebihan juga gak baik kan? (karena biasanya gw malah suka melanggar, kalau diingatkan berkali-kali secara lebay), gw ingin perasaan sadar itu naluriah dan secara wajar diterapkan jika itu harus. Tidak usah dilebih-lebihkan, gw pembelajar yang semangat jika ilmu itu tidak abstrak. Gw ingin punya keahlian, gw suka real action, bukan sekedar NATO. Gw adalah pekerja yang tekun dan terstruktur. Gw mampu diam berlama-lama di depan komputer sambil berpikir dan bekerja, meski kadang juga main games, chating dan nonton film.

Gw adalah seorang silent thinker...

Tapi gw juga suka ngajar, jika ilmu yang akan gw ajarkan itu bersifat Konkrit. Ada beberapa orang teman, untuk beberapa kasus, gw mengerti tentang matematika (gw g bilang gw jago mate) hanya aja ada kalanya gw mahir dlm beberapa materi tertentu (gara-gara belajar sungguh2 banget). Ada teman yang bilang, gw itu enak ngajarnya. Dari dasar banget, pelan-pelan tp tepat sasaran. Jadi orang yang gw terangin itu ngerti.

Biologi, fisika, kimia juga sama, gw senang menerangkan hal-hal konkrit. (sekali lagi, gw gak bilang gw ahli dalam bidang-bidang ilmu itu, hanya ’ada kalanya gw ngerti beberapa hal’ dan ngajarin hal-hal yang kita ngerti sama orang yang gak ngerti sampai ngerti itu puas banget rasanya).

Pernah juga saat ada orang yang buta samasekali tentang excel n word, minta diajarkan, beliau pada akhirnya sangat paham dengan apa yg gw ajarkan. Beliau malah berkomentar, aku kreatif menggunakan perumpamaan ketika mengajar, sehingga ia lebih mengerti. Itulah kenapa gw tau, rasanya seorang guru pasti seneeeng banget kalau muridnya mengucap kata ”Oooohhhh.” (tanda mereka mengerti).

TAPI, gw gak bisa berbicara tentang hal-hal yang abstrak. Jangankan berbicara. Berpikir pun kadang buntu dan gak semangat. Gw akui, itu kelemahan gw. Dan saat ini, gw harus mencintai hal-hal abstrak, yang sebenarnya simple, namun complicated untuk dijelaskan.

Hmm... kawan, salahkah gw yang merasa, seharusnya masalah simple jangan dirumit2kan. Bukannya yang kita butuhkan adalah orang yang bisa menyederhanakan hal yang rumit?

Gw hanya merasa, semua yang HARUS gw lakukan itu sangat berlebihan untuk kasus-kasus ’seperti itu’. Masih banyak cara yang lebih efektif untuk mengefisienkan ilmu agar lebih aplikatif lagi. Tidak sekedar NATO, ataupun apalah itu presentasi atau makalah yang gara-gara mepet deadline dengan terpaksa akhirnya kita copy-paste.

Jujur, gw sangat tertekan dengan itu...

Biarpun ada orang yang bilang, ”Ahh.. kamu mah gak bisa teh tapi nilainya tetep bagus.”

Apalah artinya huruf mutu, Kawan? Bukankah yang kita butuhkan adalah ilmu?